Sejarah merupakan peristiwa masa sebelum saat sejarah itu
ditulis dan adalah kumpulan catatan perjalanan masa tentang sesuatu, sesorang, suatu
kaum atau suku-bangsa. Intinya masa lalu yang diingat, diketahui kemudian
diceritakan kembali melalui tutur-cerita lisan atau pun tulisan. Ketika
bercerita atau menulis, sesorang cenderung terbawa emosi larut bertutur bisa
secara jujur, tapi mungkin juga berbohong atau asal dan mungkin membias karena
sudah didramatisir, sebagaimana juga dengan sejarah tentang suku-bangsa
Alifuru.
Pemaparan tentang sejarah suatu kejadian dikurun waktu
sebelumnya terkadang mengalami distorsi atau pengaruh kepentingan baik oleh
pengungkap, sumber, juga peruntukan kepentingan siapa dan untuk apa. Apalagi
bila data dokumentasi acuannya tersembunyi atau tidak tersedia, menghasilkan pengungkapan sejarah yang multi
tafsir dan menimbulkan keraguan. Sangat mungkin dipertanyakan kejujuran apalagi
kebenarannya.
Secara teori, sejarah ditafsirkan sebagai gambaran lengkap dan
detail mengenai peristiwa disuatu waktu dan ruang keberadaan manusia atau
tentang sesuatu selain manusia. Begitupun dalam sistem pendataan sejarah
dikenal dua jenis data. “Pertama, data tentang rekaman peristiwa di dalam suatu
masa, yang memuat tindakan para aktor yang adalah elite dalam sistem sosial di
masa lampau. Data ini berbentuk laporan-laporan atau arsip, dokumentasi, dan
bangunan (yang lebih banyak menjadi fokus arkeologi). Kedua, hasil penafsiran
suatu peristiwa sejarah, yang disusun oleh orang-orang lain di masa kemudian,
sebagai suatu bentuk tela’ah kritis terhadap jenis data pertama. Data jenis
kedua ini pun terbagi menjadi dua, yaitu penafsiran ‘komunitas penulis sejarah’
yang cenderung bertendensi politis, dan penafsiran kritikus yang melihat adanya
sisi-sisi tertentu yang terabaikan, atau adanya ketimpangan didalam rangkaian
sejarah itu, dsb – dipertanyakan mengapa tindakan orang-orang lokal tidak
terekam sebagai event yang penting dalam sejarah. Bahwa manusia adalah produk
dari sejarah itu sendiri, dan memiliki eksistensi historis, artinya memiliki
relasi setara antara dirinya dengan orang lain di tengah lingkungan
keberadaannya itu (zitz im leben). Idealnya bahwa penceritaan sejarah harus
memandang setiap pelaku sejarah sebagai orang-orang yang sejajar, memiliki
peran yang sama-sama penting dalam bingkai sejarah” ( Elifas Tomix Maspaitella, Jejak Cina di Maluku. Blog, diposkan Julia Soplanit dan edit
oleh Penulis)
Suku-bangsa Alifuru diakui keberadaannya sebagai penduduk asli kepulauan Maluku dengan pemukiman awal berpusat di pulau Seram, pulau terbesar di antara hampir seribu buah pulau dalam gugus kepulauan Maluku. Menurut beberapa Antropolog, a.l.; A.H. Keano, pulau Seram dari dahulu telah didiami oleh suatu suku bangsa yaitu bangsa “Aliforos”. Bangsa ini berasal dari campuran antara Kaukus Mmongol dan bangsa Papua. Oleh Antropolog F.J.P. Sache dan dr O.D. Tauern mereka berpendapat bahwa suku Alifuros Alune (ada juga Wemale ; Bloger) yang mendiami bagian barat pulau Seram, berasal dari bagian utara yaitu kemungkinan berasal dari Sulawesi bagian utara atau Halmahera, sebab di pulau Halmahera juga terdapat suku Aliforos.
Pencapaian
hasil penelitian para Antropolog tersebut patut di hargai, tapi dipertanyakan
untuk bagian tengah dan timur pulau Seram, karena hanya berpusat di bagian
barat. Sehingga terkesan terbaca miring bila
melihat titik-titik penyebaran kumunitas suku-bangsa Alifuru khususnya di pulau
Seram,
yang disebut dengan Nusa Ina. Belum lagi bila acuannya berdasarkan sejarah-tutur
atau pengumpulan data dan informasi hanya secara lisan dari masyarakat
suku-bangsa Alifuru yang menjadi objek penelitian yang berpusat di wilayah
barat pulau. Dapat diterima agar kita dapat meyakini kebenaran sejarah yang di
tulis. bila ada bukti nyata melalui penemuan data lapangan berupa situs atau
tanda di alam misalnya perkakas/alat perlengkapan untuk berkebun, berburu,
menangkap ikan, maupun tulisan atau mungkin gambar di dinding batu. Bahwa kemudian
hasil penelitian tersebut mewakili
sejarah awal atau mula
asal-muasal suku-bangsa Alifuru dari
tempat bernama Nunusaku dengan tiga batang air, eti-tala-sapalewa, yang
mencakup hanya seperempat dari luas
pulau Seram ? Atau karena adanya data dokumenter dari bangsa Belanda yang waktu
itu bisanya hanya dapat menundukan dan menguasai suku-bangsa Alifuru di Seram
bagian barat dan berhasil mengacak-acak
sistem tata nilai dan tata pemerintahan dan mencukur habis para Kapitan
penguasa petuanan lalu diganti dengan para penguasa boneka Belanda, misal di Eti, juga Kaibobu – yang terakhir ini - politik devide et empera,
hilang dari catatan Belanda, pasti.
Sangat
dipertanyakan penelitian para Antropolog hanya cenderung berpusat di wilayah
bagian barat pulau Seram, tidak dilakukan penelitian secarah keseluruhan pulau
Seram – bagian tengah sampai timur dan kepulauan Seram Laut, bahkan lebih luas
ke seluruh kepulauan di Maluku sampai di bagian Tenggara jauh, bahkan mungkin
termasuk kepulauan Nusa Tenggara bagian timur. Sebagai anak suku-bangsa Alifuru
kami berterimakasih kepada mereka para Antropolog, akan tetapi menyayang bahwa sejarah
Alifuru yang ditulis tidak mewakili secara utuh Sejarah suku-bangsa Alifuru,
yang adalah penduduk asli gugusan kepulauan yang sekarang menjadi bagian
wilayah negara Indonesia yaitu Proponsi Maluku – Maluku Utara.
Selain itu menelusur sejarah awal suku-bangsa Alifuru melalui
sumber penulisan yang dilakukan bangsa asing seperti China. China mungkin dianggap
salah satu bangsa yang cukup tua dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan tulisan
maupun tekhnologi armada pelayaran samudera. Bisa saja bangsa China yang paling
awal berada di kepulauan Alifuru-Maluku. Terdapat bukti kebendaan berupa alat
perlengkapan makan-minum berbahan keramik
seperti piring, mangkok, kendi dan tempayan air, made in para Dinasti Kekaisaran bangsa China awal abad Masehi
bahkan sebelum Masehi, banyak ditemukan di pulau Seram dikalangan keluarga
Alifuru dan juga pecahan-pecahan yang sudah menjadi belingpun dapat jumpai
tersebar di kawasan dusun atau hutan,
pesisir pantai dan pedalaman pulau
Seram. Dalam hajatan upacara adat suku, perkawanan, pada pelantikan Raja secara adat Alifuru, peralatan seperti piring – pina, keramik antiq buatan bangsa China
tersebut menjadi alat wajib digunakan
atau disediakan, paling tidak sebagai tatakan menyuguhkan Sirih Pinang. Hal kebiasaan yang merata disemua
orang suku-bangsa Alifuru sejak dahulu dan hingga sekarungpun masih seperti
itu, sayangnya sekarang ini piring keramik antiqnya sudah banyak yang lenyap.
Tentang bangsa China ditemukan keterangan bahwa pada abad ke-14
atau tahun 1421 Masehi, saat Kaisar Zhu Di
berkuasa, Zhu Di telah memerintahkan
armada laut China untuk melakukan ekspedisi untuk menguasai kembali alur laut
pelayaran di Asia Tengah dari bangsa Arab sekaligus mengulang alur pelayaran dagang
yang pernah dilakukan dan didominasi sebelumnya pada abad ke-9 di saat masa
Dinasti Tang. (Menzies, Gavin, 1421 Saat China Menemukan Dunia, [terj. Tufel
Najib Msyadad], Jakarta: Pusat Alvabet, September 2006). Disini tidak ada
keterangan lengkap yang mengisahkan tentang keberadaan dan kehidupan sosial,
kecuali kegiatan ekonomi dari para penghuni kepulauan Maluku, yang
rempah-rempahnya menjadi bagian dari muatan komoditi dagang armada tersebut. Pada sumber lain yaitu Peta Rotz yang mengungkap alur pelayaran armada China menuju
ke Pulau Rempah-rempah, peta yang
juga digunakan pelaut Spanyol Magellan berlayar akhirnya menemukan
Maluku, yaitu peta yang digambar oleh kartografer di atas armada kapal Zhou Man,
hanya untuk menentukan posisi kepulauan
rempah-rempah dalam alur pelayaran dari China ke benua bangsa Aborigin di
selatan dan kembali ke China.
Demikian
juga sebagaimana yang dikutip oleh Menzies, dalam salah satu dokumen dari Ma Huan, hanya menceciterakan tentang cara bertransaksi yang
dilakukan secara barter dengan masyarakat Alifuru setempat. Atau
sama dengan Des Alwi yang menyebut bahwa hasil penelitian Universitas Brown,
Amerika Serikat dengan Yayasan Warisan dan Budaya Banda Naira dan
Universitas Pattimura pada 1996-1998, bahwa: kira - kira 900 sampai
1.000 tahun yang lalu kapal-kapal China sudah berdagang di Banda karena
ditemukan pecahan piring-piring zaman Dinasti Ming dan juga pecahan
kendi-kendi, tempayan dari tanah liat yang dibuat oleh orang Banda pada zaman
Pra Islam abad ke-9. Begitu pula jauh waktu sebelumnya di masa kekuasaan dinasti
Tan (618 – 907 M) telah
dikenal rempah-rempah sebagai pengharum mulut, tapi tidak ada penjelasan jenis
rempah-rempah apa. Bahkan masa-masa sebelum dan awal abad sesudah Masehi banyak
data informasi dan cerita tentang rempah-rempah, yang diindikasikan antara lain
adalah cengkih.
Era tulisan yang mencantumkan keberadaan kepulauan Maluku– bukan
nama kepulauan
Alifuru, dengan bermacam sebutan
terhadap “nama Maluku”, sekadar mengungkap nama wilayah dalam posisi
geografis yang memiliki potensi kekayaan
sumber daya alam rempah-rempah cengkih dan pala. Bermula saat bangsa Arab, juga
India-Gujarat, dengan jalan dagang yang hadir melalui jalur sutra-jalur perniagaan darat tertua di daratan benua Asia yang juga
melalui China, bangsa Arab sampai di kepulauan Alifuru, kemudian menyusul
bangsa Eropa yang kemudian menjadi bangsa Penjajah, tidak saja di Maluku tetapi seluruh kepulauan di Nusantara. Antara bangsa Arab dan Eropa selain misi perniagaan juga hadir dengan
misi menyebarkan keyakinan terhadap Ketuhanan. Bangsa Arab dengan agama Islam
dan Eropa dengan agama Kristen Khatolik dan Protestan. Kehadiran kedua bangsa
ini hanya berbeda beberapa abad.
Bangsa Arab diperkirakan sudah ada antara abad ke 7-9, sebagian sejarawan
mengatakan pada abad ke-13, sedangkan bangsa Eropa datang pada awal abad ke16.
Sejak itulah kepentingan ekonomi dan misi agama
di bumi Alifuru menjadi terdokumentasikan dalam tulisan, baik berbahasa arab,
berbahasa melayu berabjad arab – arab
gundul, dan berbahasa Portogis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Sedangkan
keberadaan masyarakat bangsa pribumi Alifuru – tidak jelas menyebutkan istilah Alifuru, hanya semacam catatan
pinggir yang diselip untuk dikatakan hampir tidak ada semasekali, yang ada
hanya berupa catatan tentang para Raja-raja yang menjadi teman misi atau
catatan para musuh yang menentang.
Sejarah Alifuru memang sulit dibuktikan keberadaannya secara
benar melalui data dokumenter berbasis tulisan, bila dibaca seperti yang
terungkap melalui beberapa kepustakaan yang diungkap kembali belakangan ini di media cetak atau
online. Hampir semua informasi yang diungkap dan ditulis dapat disimpulkan
semua bermula disaat kedatangan bangsa-bangsa asing, China, Arab dan Eropa.
Selain itu yang hampir tidak ada adalah sumber dari keberadaan
Kerajaan-kerajaan besar di Nusantara, masa sebelum kedatangan bangsa-bangsa
asing.
Beberapa catatan dan tulisan di media masa – selain dari para
Antropolog, yang mengungkap sejarah suku-bangsa Alifuru, hampir semuanya sulit
untuk dikatakan telah dapat mengungkap secara detail dan benar, apalagi
dibilang jujur. Selain tidak didukung bukti dan data yang memang sangat sulit ditemukan, juga cenderung
bias dan memuat kepentingan penulis juga penutur sumber sejarah. Apalagi sumber
data seperti situs, prasasti, alat atau perabotan, apalagi dokumen tertulis
tidak ditemui atau tidak diungkap samasekali dalam mengungkap jejak keberadaan
awal suku-bangsa Alifuru. Kecuali tanda atau tempat di alam seperti batu,
gunung, bukit dan lembah, kali, area – dusun, dan hutan yang menjadi titik mula
berkisah tutur secara
lisan oleh siapapun sumber sejarahnya, belum lagi diperparah dan
menjadi rancu oleh siapa saja sekarang ini yang merasa atau mengaku anak keturunan suku-bangsa
Alifuru bisa bercerita dan bertutur, menurut versi atau sudut pandang dan
kepentingan masing-masing.
Berpedoman
pada ciri-ciri bentuk fisik dan adat kebiasaan kehidupan sosial yang terlihat
secara kasat mata, antara lain memiliki kulit gelap, rambut
ikal, kerangka tulang besar dan
kuat serta profil tubuh yang lebih atletis. Maka suku-bangsa Alifuru
terlihat sangat berbeda dengan suku-bangsa lain di Indonesia, kecuali
seperti suku Timor di kepulaun Nusa Tenggara bagian Timur. Adapun terlihat
kesamaan dengan suku-bangsa di kepulauan
Samudera Pasifik seperti orang Fiji,
Tonga, Tahiti, Hawai dan sekitarnya. Mungkin saja ada keterkaitan, sehingga
dalam mengungkap tentang sejarah Alifuru di kepulauan Maluku mendapatkan data
tambahan dari lain tempat sebagai pembenaran faktual era sejarah kehidupan
suku-bangsa Alifuru yang lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Masyarakat Alifuru hingga kini masih kental pemahaman adat
kebiasaan, khususnya bahasa yang hingga
hari ini masih berkomunikasi dengan bahasa anak suku Alifuru di masing-masing
wilayahnya, khususnya di pulau Seram. Dengan menulusur melalui perbendaharaan
bahasa-bahasa, dapat saja memahami dan menafsirkan sejarah tutur yang masih
terpelihara. Dimana pada suku-bangsa Alifuru, khususnya di pulau Seram – yang
dikatakan sebagai awal mula dan sumber manusia Alifuru di Maluku, masih
terpelihara dan memiliki kekayaan bahasa
yang sangat beragam tetapi terdapat sebagian kesamaan kosa kata dan yang
membedakan adalah aksen atau nada, tekanan ucap dan imbuhan pada akhiran atau
awalan kata.
Namun apabila menggunakan
alur penelusuran melalui bahasa, maka bukan bahasa komunikasi sehari-hari yang
dijadikan rujukan penelitian tetapi yang disebut Bahasa Tana(h) = Kapatah = Talili
- istilah Alifuru Tunlutih, yaitu
bahasa
tutur yang bukan bahasa komunikasi dan tidak dapat dipercakapkan, hanya diucapkan sepihak atau satu arah oleh satu
orang. Bahasa ini “sebagian” masih hidup dan
terpelihara dengan baik di mata-rumah/rumah tau-uma-tau/marga tertentu
khususnya keluarga keturunan Raja,
Kapitan dan Saneri Negeri.
Bahwa bahasa tana
dalam penggunaannya memakai istilah-istilah dalam setiap kosa kata yang tidak umum
digunakan dalam percakapan sehari-hari. Akan tetapi dipakai untuk menandai dan mengungkapkan
satu peristiwa atau menandai sesuatu, baik tempat, orang, benda atau era di
masa lalu. Kekayaan informasi yang
termuat dalam perbendaharaan tutur bahasa
tana suku-bangsa Alifuru, dapat dikatakan merupakan pencapaian luar biasa kemajuan
pengetahuan melalui penciptaan bahasa tana (bahasa lisan) menggantikan bahasa
tulis, sebagaimana bangsa lain.
Hal tersebut di atas, menunjukan bahwa titik fokus penulusuran
sejarah suku-bangsa Alifuru intinya bersumber dari sejarah tutur atau bukti dalam
bahasa lisan – bahasa tana, merupakan rana tersedia adanya, selain terus mencari lagi sumber baru
dan di lain tempat di luar Maluku. Agar anak-cucu Alifuru hari ini dan akan
datang dapat terpenuhi pengetahuan secara baik sejarah tentang asal-usul
suku-bangsanya dan lebih jauh tentu untuk mengenali jati diri, mengetahui
identitas pribadi, keluarga dan posisi suku-bangsa Alifuru dalam dokumentasi perjalanan
sejarah Indonesia maupun sejarah dunia.
Sejarah suku-bangsa
Alifuru saat masih seperti dongeng menjelang tidur, cenderung tergerus zaman
dan bisa saja terlupakan. Hal kemudian dapat memunculkan versi sepihak dan pembenaran
terhadap pengaburan sejarah yang disengaja oleh para pihak yang sejatinya bukan
berasal dari garis vertikal darah keturunan suku-bangsa Alifuru. Demikian.
‘Aupuluu, naa a kokukum
naa a sosopam’, ayo bersama peduli Alifuru.
Depok, 30 April 2013
Oleh
: M. Thaha Pattiiha /(Lele’e Iha-Tehuayo )
Catatan ; Tulisan ini semata ungkapan pemikiran pribadi penulis, dilengkapi berbagai sumber
tulisan dan kepustakaan sebagai referensi yang tentunya masih ada kekurangan. Akan
tetapi dengan kebersamaan, berpikir jernih, mengungkap bijak tanggapan dan
wawasan dalam ruang diskusi yang beretika, cerdas, positif, bermanfaat, bermaksud
saling menata pengetahuan, menjadikan segalanya damai dan indah.
Pak. M. Thaha Pattiiha
BalasHapusterima kasih atas tulisan yang luar biasa ini !
saya setuju dengan Bapak ! dan ingin bertanya
kapata adalah buah pikir yang disampaikan secara lisan tentang situasi yang dirasakan saat itu, apa perna ditemukan simbol atau lambang yang dapat dituturkan dalam bentuk kapata selain lembah, bukit, gunung, sungai. ornamen yang saya kaji pada lukisan timbul salaku pada umumnya hanya bergambarkan burung dan rumput yang berjalar, apakah ini dapat diartikan bahwa masyarakat alifuru adalah orang yang hidupnya bebas dan selalu tertutup ?
patasiwa, patalima, patasela tidak lahir dengan sendiri. jika itu menyangkut wilayah maka ada unsur pemimpin yang memetahkannya saya perna baca literatur tentang patasiwa dan patalima tetapi patasela istilah tersebut saya Baca pada buku yang berjudul "orang-orang kala"
Memang masih menjadi perdebatan untuk memastikan bukti-bukti masa lalu Bangsa Alifuru. Tentunya masih mungkin untuk terus mencari sehingga kita menemukan "sesuatu", seperti artefak ataupun bukti-bukti lainnya untuk menjawab seperti apa masa lalu Bangsa Alifuru.
HapusSetidaknya Bung Reinhard sudah bergabung untuk bersama kita berdiskusi, saling melengkapi dan bersama berusaha terus hingga suatu kepastian terungkap.
Alifuru dalam Sejarah,,,
HapusTabea,,,
Biacara tentang ALifuru maka bicara tentang rahasia hidup orang maluku,, hal yang paling dasar untuk mengetahui asal usul alifuru adalah nama atau gelar yang di berikan atau di pakai dalam marga,,
Bapak M.Thaha Pattiiha
BalasHapusbeta ijin share di katong pung website dan blog.
http://lsmpedulimaluku.tk/
http://catatan-alifuru.tk/
Beta sampaikan terimaksih dan penghargaan, sudah membagikan tulisan beta yang sederhana ini.
HapusHalo salam kenal,
BalasHapusNama saya Vincent Rumahloine, saya berencana pulang ke pulau seram dalam waktu dekat saya sangat ingin mengetahui tentang asal usul keluarga saya. Terima kasih tulisan ini sangat membantu tentang sejarah dari tempat leluhur saya di lahirkan. Saya ingin bertanya apakah Bpk Thaha Pattiha mengetahui dari bagian mana pulau seram keluarga Rumahloine berasal?
satu lagi mengenai budaya tato apakah pernah bapak pernah mendengar tentang tato tradisional dari masyarakat di pulau seram, kebetulan teman saya yg mungkin akan ikut pada saat saya pulang kampung dia sedang meneliti tato nusantara.
Terima Kasih Banyak
Vincent
Selamat pagi, salam sejahtera.
BalasHapusNama saya Sandi dari Jakarta. Saya ingin membuat film dokumenter tentang suku Alifuru atau juga suku Naulu di pulau Seram, dan membutuhkan bantuan Bapak sebagai narasumber utama saya. Bagaimana saya bisa menghubungi Bapak. Telp saya 082243748217, email: sandinata.hph@gmail.com.
Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya.